Rabu, 18 Juli 2007

Mengapa Saya Terjun ke MLM?

Sebagian besar orang Indonesia jika mendengar kata MLM pasti bakal nyinyir. Awalnya saya pun berpikir seperti itu. Risih mendengarnya. Termasuk mungkin Anda juga. Apalagi ketika ada orang atau kawan yang menawari bisnis MLM, hmmm…kadang-kadang saya harus bersikap cuek. Tapi sikap itu saya lakukan lebih dari enam tahun lalu. Bedanya, setahun kemudian pandangan saya berubah terhadap bisnis MLM. Bahkan saya pun menerjuninya.

Awal menerjuni bisnis MLM saya jalani karena termotivasi setelah saya membaca pengalaman-pengalaman sukses orang-orang yang terjun di bisnis ini. Rata-rata mereka adalah orang-orang yang memiliki kelebihan: kelebihan duit, kelebihan harta, kesejahteraan, kemakmuran dan juga kesehatan. Yang menarik adalah latar belakang mereka sebelum jadi pelaku bisnis MLM yang sukses. Ada yang dulunya tukang es balok, tukang sol sepatu, tukang becak, penjaga warteg, karyawan bank, dosen, mahasiswa, hingga direktur sebuah bank asing terkemuka. Kini mereka menjadi sosok menakjubkan karena mampu melakukan perubahan revolusioner terhadap fisik dan mental mereka.

Bayangkan bila seorang Madali, tukang becak di Bekasi, terjun ke bisnis MLM, lalu hanya dalam setahun mampu memperoleh penghasilan Rp 2 juta/bulan (itu tahun 2002 lho dan gaji saya waktu itu cuma Rp 1,25 juta). Padahal, sebelumnya sebagai tukang becak pendapatan seperti itu mustahil dimilikinya. Hebatnya, lewat bisnis ini mentalitas dia berubah drastis. Sebelum menjalani bisnis ini dia kerjaannya cuma nongkrong-nongkrong di warung, main judi bahkan suka minum-minum. Tapi, ketika terjun ke bisnis ini sikap dan perilakunya itu berganti cepat. Sikap minder seorang tukang becak berganti menjadi orang yang optimis dan memiliki pandangan hidup yang lebih religius. Maklumlah, bukan cuma penghasilan Rp 2 juta saja yang diraihnya itu, tapi juga bonus perjalanan religi yakni naik haji, siap menantinya dalam waktu tak lama lagi.

Kembali ke pandangan saya pada MLM. Saya menjalani bisnis ini karena ingin mengetahui seluk beluk dunia mereka yang melakoninya. Di awal-awal menjalani bisnis MLM kita memang dituntut untuk mengikuti apa dan bagaimana cara mengikuti permainan berbisnis MLM yang sebenarnya. Ikut kegiatan home sharing, pelatihan dan juga pengembangan motivasi.

Pertamakali memang berat. Maklum, karena memang masih baru. Tapi kita harus mau belajar, belajar dan belajar. Tak ada sesuatu yang baru dimulai dengan belajar dan kerja keras. Kerja kantoran saat kita memulainya juga terasa berat. Apalagi bila kita baru memulai pekerjaan baru itu. Beruntunglah, karena saya suka sesuatu yang baru dan menantang dan hal itu memang menyenangkan. Prinsipnya, saya tetap berpandangan positif saja lah. Soalnya ada sesuatu yang baru dibanding dengan kegiatan rutinitas saya di kantor. Padahal, terjun ke bisnis MLM hanyalah sebuah kerja sampingan atau cari penghasilan tambahan. Mungkin anda setuju dengan pandangan terakhir saya itu.

Sayang. Saya hanya bisa menjalani bisnis ini hanya enam bulan. Berhentinya bukan karena saya jenuh atau malas mengikuti berbagai kegiatan tersebut tapi karena saya harus konsentrasi membantu proses kelahiran istri dan merawat anak pertama saya. Maklum, semangat saya tercuri oleh cinta saya pada si cikal alias anak pertama. Padahal, saya sudah punya mitra bisnis MLM yang mulai dikembangkan.

Tapi pandangan saya pada MLM tetap positif. Apalagi setelah membaca tulisan-tulisan Robert T. Kiyosaki, penulis buku best seller Rich Dad, Poor Dad. Saya menemukan pandangan-pandangan penting mengenai passive income (pendapatan pasif) di mana dijelaskan bahwa cara pandang kita dalam melihat pendapatan sudah saat diubah dari “kebiasaan kita yang mencari dan mendapatkan pendapatan” menjadi “pendapatan yang datang ke saku kita sendiri”. Maka saya pun masuk kembali berbisnis MLM meski benderanya berbeda dengan yang sebelumnya (malu...takut ketemu dowline saya yang dulu...ha..ha..ha..). Tapi di bisnis MLM yang baru ini saya didukung strategi rekrutmen dengan cara online lewat internet (klik aja http://www.cicilanmobilmurah.cjb.net/). Ini sangat membantu saya dan juga dowline baru saya (kalau mau merasakannya coba anda gabung deh..he..he..he...)

Awalnya buku Kiyosaki itu memang ribet dipahami. Tapi bila direnungkan memang ada benarnya pandangan Kiyosaki. Bayangkan, bila selama ini sebagian besar orang begitu asyik dengan pendapatan dari pekerjaannya di kantor. Tanpa disadari, di tengah situasi kompetisi yang makin ketat tiba-tiba banyak bisnis konvensional yang kemudian harus mengurangi jumlah karyawannya atau bahkan terpaksa tutup dengan alas an efisiensi. Lalu aksi PHK pun mengimbas anda. Yang terjadi kemudian adalah hilangnya pendapatan kita! Kita hanya mendapat pesangon. Itupun mungkin hanya cukup untuk tiga bulan ke depan. Lalu bagaimana usaha anda berikutnya? Cari kerjaan baru dan menjadi karyawan dari pemilik perusahaan lain biasanya jadi alternatif. Bila nggak mau ya buka usaha sendiri.

Di sinilah pentingnya para karyawan harus mengantisipasi semua kemungkinan buruk yang terjadi. Bila PHK menimpa apa yang harus diperbuat? Kiyosaki berpandangan bahwa para karyawan semestinya berpikir mengenai arti pentingnya cash flow quadrant. Empat kuadran yang ditawakan adalah apakah kita akan memilih pendapatan hanya dari satu sumber atau kita mencoba alternatif lain misalnya sebagai investor (penanam modal), self-employee (wirausahawan), business owner (pengusaha), atau tetap bertahan pada posisi sebagai employee (karyawan).

Bila anda menjadi karyawan, pendapatan anda berasal dari perusahaan di mana kita bekerja. Anda bekerja untuk orang lain. Anda boleh saja selama ini merasa nyaman karena rutin mendapat gaji. Tapi bagaiaman bila perusahan collapse? Pendapatan anda terhenti.

Bila anda menjadi investor, anda butuh modal banyak untuk membuat perusahaan atau bila ingin ditanam di deposito, saham atau obligasi. Orang lain bekerja untuk anda karena harus memutar modal yang telah anda tanam. Tapi pertanyaannya, apakah anda memiliki modal cukup untuk mendirikan usaha anda? Anda tak salah kok bila ingin jadi pemilik modal asal syaratnya seperti tadi: punya duit cukup.


Bila ingin jadi pekerja lepas (self employee) maka anda perlu memiliki keterampilan khusus. Dengan memiliki keterampilan itu anda bisa mengembangkan profesionalisme anda menjadi sumber penghasilan. Dalam kuadran ini biasanya kita bisa menemukan “profesional” berpendidikan tinggi yang menghabiskan waktu bertahun-tahun di bangku sekolah, seperti misalnya dokter, pengacara, dan akuntan. Juga dalam kelompok ini terdapat orang-orang yang mengambil jalur pendidikan di luar, atau di samping, aliran tradisional. Kelompok ini meliputi wiraniaga dan pemilik bisnis kecil seperti pemilik toko eceran, pemilik restoran, kontraktor, konsultan, ahli terapi, agen perjalanan, montir mobil, tukang ledeng, tukang kayu, pengkhotbah, tukang listrik, penata rambut, dan artis. Bersyukurlah bila anda memiliki keterampilan seperti itu. Yang penting anda sebagai pencipta system mau tidak mau harus turut membangun system sendirian.

Dalam buku The Cashflow Quadrant, Robert T. Kiyosaki mengatakan bahwa untuk mendapatkan kebebasan finansial dengan cepat, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah "Mengurus Bisnis Sendiri". Artinya bekerja pada "kuadran pemilik usaha (business owner). Beruntunglah anda saat bila telah memiliki bisnis sendiri. Bisnis franchising (waralaba) pribadi dengan modal kecil dan system yang sederhana sehingga anda bisa berada di kuadran B. Dan ternyata bisnis MLM ada di quadran ini.
Mengapa begitu? Karena bisnis MLM membutuhkan modal kecil untuk membeli staterkit dan juga membeli produk dalam jumlah tertentu (biasanya biaya yang dikeluarkan itu terjangkau). Dengan memiliki staterkit ini otomatis kita menjadi pemilik usaha dari produk-produk MLM tersebut. Dan dengan adanya produk yang kita beli dari perusahaan kita bisa menjualnya kembali (kalau belum mampu menjualnya boleh kok sedikit demi sedikit). Selisih harga yang kita peroleh dengan harga produk yang kita dijual adalah keuntungan yang bisa kita ambil (biasanya 20% lho. Lumayan kan?). Nah, bila kita ingin mengembangkan bisnis MLM kita, maka perlu membangun kemitraan dengan para calon mitra bisnis lainnya (namanya downline). Biasanya calon mitra ini adalah orang yang (mudah) yang punya kesamaan pandangan akan nasib, visi, dan cita-cita ekonominya di masa depan. Pokoknya, sistem sudah tersedia dan kita hanya tinggal menjalankannya saja.

Pandangan Kiyosaki saya pikir akan memberi inspirasi anda mengenai arti penting pendapatan dan jaminan kesejahteraan pribadi. Sebagaimana pernah dituturkan Tri Utomo Wiganarto, konsultan West Java Corridor, Trilogi Kiyosaki ini hampir sepenuhnya berbicara tentang pembentukan karakter pribadi kita dan hanya sedikit yang membahas masalah teknis. ''Pendekatan Kiyosaki adalah pendekatan 'leaderships' yang dituangkan dalam bahasa yang membumi,'' kata Tri. ''Pemikiran Kiyosaki mengubah paradigma berpikir kita menjadi lebih terbuka.'' (Republika, 18/6/02).

Nah, alasan itulah yang membuat saya makin terbuka dengan bisnis MLM. Saya sarankan bagi anda yang masih memandang khawatir, miris, nyinyir atau bahkan mencibir bisnis MLM untuk mencoba mengupas buku itu. Asyik dan menarik. Percayalah, meski anda tetap mengkritisi bukunya Kiyosaki (awalnya saya juga begitu), tapi sebagian besar hati kita bakal membenarkan pandangan Kiyosaki (eh, tapi bukan bermaksud mengkultus individukan dia lho! He..he..he..).


Tidak ada komentar: